Wednesday, May 15, 2013

Mawar kuning dianggap lebih menyenangkan daripada rekan-rekan merah mereka, lebih aneh daripada yang putih dan jelas lebih tak terduga daripada mawar pink, mawar kuning membuat pernyataan bunga yang indah, segar dan ceria. Bahkan, lama dianggap sebagai simbol persahabatan dan sukacita, mawar kuning hanya sempurna untuk setiap kesempatan, baik itu ulang tahun khusus teman, perayaan pertunangan atau ulang tahun.

Cerpen



Dibalik Asa dan Upaya
oleh : MUTIA TANSEBA ANDANI CAHYANI PUTRI TRALALA TRILILI
 
Pagi itu, dengan susah payah Pak Roni terus saja mengayuh sepeda tuanya di atas jalanan yang terjal dan berlumpur. Seragam yang rapi, sebuah tas hitam, kaca mata besar menghiasi wajahnya, tak lupa sepatu hitam didalam kantong plastik yang selalu tergeluntai pada stang sepedanya. Dengan style celana yang telah tergulung hingga lututnya, sesekali ia turun dari sepedanya untuk menuntun sepedanya agar mampu melalui jalanan yang berlumpur tersebut.
Matahari telah menampakkan keemasannya, keringatnyapun bercucuran membasahi tubuh. Seraya menghela nafas dan mengerutkan kening, ia kembali menaiki sepeda dan mengyuhnya menuju sebuah Sekolah yang sangat jauh dari rumahnya. Ketika dahaga menjalar ditenggorokkannya, ia mulai menepi dan istirahat sejenak dibawah pohon. Iapun membuka tasnya dan mengambil bekal yang telah disiapkan sang Istri tercinta. Seteguk demi seteguk air mulai meredam dahaganya. Sepotong tela rebus mulai lahap ia makan untuk menambah tenaga selama diperjalanan. “alhamdulillah... betapa nikmatnya tela rebus ini, serasa makan sepotong roti” gumamnya sendiri.
3 jam berlalu, sampailah ia di Sekolah Dasar di desa terpencil. Setelah membersihkan kakinya dan memakai sepatu yang telah ia bawa sejak dari rumah, pak Ronipun masuk kekelas. Satu papan tulis usang, atap dan dinding yang terbuat dari anyaman bambu, serta bangku kelas yang seadanya,sudah belasan tahun menemaninya selama ia mengajar disekolah tersebut. Tak surut niatnya untuk mengajar, “satu senyuman, satu do’a demi pemuda bangsa” itulah kata-kata yang selalu terucap dalam hatinya.
“selamat pagi anak-anak...” sapanya. “selamat pagi pak guruuu...”. Sembari meletakkan tasnya, iapun duduk sambil berkata “anak-anak, kumpulkan tugas Matematikanya sekarang” sambil melontarkan senyuman khasnya. “iya pak guruu....” jawab seisi kelas yang hanya terdiri 15 siswa tersebut. Dengan semangat pula pak Roni mulai menjelaskan materi yang akan disampaikannya, dengan sedikit canda agar anak didiknya tidak terlalu tegang.
Ketika lonceng usang yang terbuat dari besi rongsokkan berbunyi, anak-anak pun langsung bergegas keluar kelas. Tak ada yang menarik dari penampilan anak didiknya, karena mereka terlahir dari orang tua yang kurang mampu disebuah desa yang sangat jauh dari hiruk pikuk keramaian Kota. Sandal jepit, baju putih yang telah kusam, serta senyuman polos yang selalu menghiasi wajah anak-anak tersebut.
Saat menatap canda tawa yang terlontar dari anak didiknya, Pak Roni selalu tertegun ketika ia mengingat pesan dari guru sekolahnya dulu, “Roni...orang yang tak pernah melihat dunia adalah orang yang tak pernah mau belajar, teruslah belajar agar kau jadi anak yang berguna”. Kata-kata itu selalu terngiang ditelinga, dan membuat sekujur tubuhnya merinding. Ia selalu bercita-cita menjadi guru yang baik dan terus memberikan ilmu dan contoh teladan kepada anak-anak didiknya.
Bukan imbalan hingga berjuta-juta yang ia inginkan, walaupun keadaannya sangat jauh dari kata mampu. Pak Roni hanya ingin membebaskan para generasi muda dari kebodohan. Berbekal ilmu, tekad, dan secerca do’a ia hujam semua kata lelah dan materi semata. Harapannya yang besar membuatnya tetap merasakan kebahagiaan.
Ketika semua orang terlelap, ia selalu menjalankan ibadah dan mengenadahkan kedua tangan dalam do’anya.
“ya Allah, perkenankanlah hamba mengabdi untuk anak didik hamba... ilmu yang Engkau berikan adalah air dalam dahagaku, ridho-Mu adalah tekadku, dan rizki-Mu adalah pelepas lapar bagi hamba dan keluarga hamba...”amin... usapan tangannya pun sekaligus menhapus air matanya yang berlinang dipipi.